Foto Pola Kemitraan |
|
Foto Bina Lingkungan |
|
Foto Fameran |
|
Foto Comdev dalam aktifitas |
|
Artikel |
|
Kotak Pesan |
.
|
|
Kiat ampuh menghambat NPL di Unit CD Area Sumatra Utara “Agunan Solusihnya” |
Kamis, 11 September 2008 |
Tak jarang agunan jadi penghalang pelaku usaha memperoleh dana pinjaman. Tetapi, disisi lain harus diakui, agunan punya fungsi penting,setidaknya sebagai rem bagi laju NPL. Sejak program Kemitraan dan Bina lingkungan (PKBL) diluncurkan, persentase kredit bermasalah (non performance loan/ NPL) berada pada posisi yang tidak sedikit. Ini membuat pihak pemberi kucuran dana deg deg ser. Soalnya PT. Telkom harus jaga image atau citranya terkait nama baik perusahaan. Setiap tahun dana ini diaudit Negara. Laporan aliran dananya pun, tetap harus masuk ke meja pemerintah.
Pada umumnya penyebab terjadinya NPL adalah pelaku usaha menghilang, alamatnya tidak terlacak lagi, ada yang pergi begitu saja dengan meninggalkan hutang dan masih banyak lagi alas an lain yang turut memicu semakin buruknya angka kredit bermasalah.
Pada awalnya, pihak debitur tidak meminta agunan sebagai syarat wajib. Tidak ada aturan mesti pakai agunan, hanya saja, dikemudian hari muncul rasa khawatir persentase NPL makin tinggi maka diciptakanlah aturan aministrasi yang demikian.
Memang syarat agunan yang diminta tak serumit aturan dari lembaga keuangan seperti Bank. Misalkan saja asset yang diagunkan adalah tanah, surat-surat kepemilikan tak mesti keluaran Badan Pertanahan Negara (BPN).
Sertifikat yang ditandatangani Camat pun sudah cukup. Bila Bank meminta surat izin usaha, dipermohonan PKBL malah boleh sekedar surat keterangan dari lurah setempat. Tetapi dengan kemudahan yang diberikan,”bukan berarti dana yang dipinjamkan jadi berstatus hibah”.
Satu hal lagi yang harus dicatat hingga kini data kredit bermasalah sama sekali belum pernah diputihkan. Dalam Forum PKBL ada catatan tentang kredit macet, sehingga pelaku usaha yang belum mengembalikan pinjaman, semestinya tidak akan bisa lagi memperoleh pinjaman yang baru dari BUMN mana pun. Karena seluruh BUMN yang melaksanakan Program ini saling berkodinasi dalam pelaksanaannya.
PKBL di PT. Telkom Apakah sebenarnya dana PKBL itu? Dana PKBL lahir dari UU No. 19/2003 dan Permeneg No Per-05/2007. Setiap lembaga BUMN punya kewajiban melaksanakan PKBL yang dibiayai dari penyisihan sebagian kecil laba bersih perusahaan termasuk PT. Telkom.
Dalam amanah PKBL, ada tugas sosial yang diembankan kepada PT.Telkom. Tujuannya bukan untuk mencari keuntungan. Lebih dari itu, PKBL sebagai upaya membantu memperdayakan masyarakat sekitar yang merupakan bagian dari nafas perusahaan.
“Pelaksanaan PKBL termasuk bagian dari kinerja perusahaan yang diberikan dalam bentuk pinjaman dan hibah,”, oleh karena itu setiap dana PKBL yang dikeluarkan wajib memiliki pembukuan tersendiri sebagai bahan membuat laporan. Kemudian laporan keuangan itu disampaikan secara berkala kepada Negara untuk diaudit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP). Lagipula, sebagai aksi sosial Corporate, tidak ada pihak yang boleh mencampuri urusan PKBL ini kecuali para pemegang saham dan rapat umum pemegang saham (RUPS), menteri, komisaris, dan para direksi.
Dana sisi itu kemudian dipecah dua. Pertama untuk program Pola Kemitraan (PK) yang dikhususkan bagi upaya peningkatan kemampuan usaha mikro dan kecil (UMK) agar menjadi semakin tangguh dan mandiri. Sedangkan yang kedua, sebagai dana Program Bina Lingkungan (BL). Dana yang disisihkan untuk PK dan BL tergantung kebutuhan. “biasanya untuk kemitraan jauh lebih besar.”
Bentuk pemberian dana PK berstatus pinjaman berbunga lunak sebesar 6% per tahun flat dengan masa pengembalian selama dua tahun. Sebagian kecil dari dana PK, disalurkan dalam bentuk hibah untuk biaya pelatihan sebelum pelaku usaha menerima pinjaman, biaya promosi, biaya lain-lain yang berkaitan dengan urusan PK.
Untuk dana Bina Lingkungan, diberikan untuk bantuan korban bencana alam, bantuan kesehatan, bantuan kesehatan, bantuan sarana pendidikan, rumah ibadah, dan masih banyak lagi.
Belakangan sejak 2008 muncul ketentuan dana BL dipinjamkan dengan bunga 3% pertahun. Namun, pinjaman yang satu ini hanya untuk UMK yang bergerak dibidang pangan. Sebutlah misalnya usaha peternakan,sembako,termasuk pertanian. “Profram ini disebut sebagai program bina lingkungan BUMN peduli pangan,” terang Mantaris. Pada akhinya seluruh dana baik yang disalurkan untuk kemitraan maupun bagi lingkungan sekitar, tetap wajib dilapor dan diaudit oleh Negara. Meski berasal dari laba sebuah BUMN,”Dana yang digunakan tetap wajib dipertanggungjawabkan, termasuk melaporkan angka kredit macet.”. Demikian sekilas tentang penanganan NPL dan PKBL. Label: Artikel |
posted by Johannes Togatorop @ 09.58 |
|
|
|
|